Tantangan akan terus bermunculan di
belahan dunia mana pun. Semakin hari tantangan tersebut akan meningkat seiring
berjalannya waktu dan gejolak di dunia yang penuh ketidakpastian. Sehingga kita
harus segera melakukan langkah-langkah konstruktif, sebab semakin lama, tantangan
yang harus kita hadapi bukan semakin mudah. Segera lakukan sesuatu agar tidak
menjadi korban dari tantangan kehidupan melainkan menjadi pemenang karena
berhasil melampaui tantangan tersebut dengan baik.
Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun.
Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang.Menurut Stoltz dalam bukunya (Adversity Quotient), kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian respons menghadapi kesulitan hidup atau tantangan yakni quitter, camper, dan climber.
Langkah penting pertama yang harus
segera kita lakukan menghapuskan kata frustrasi dalam kamus kehidupan. Jika
Anda harus berhadapan dengan kegagalan atau kepedihan yang secara positif
disebut dengan tantangan, maka luangkan waktu sejenak untuk mengevaluasi
kesalahan yang mungkin Anda lakukan. Kemudian segeralah bangkit.
Boleh saja Anda berduka karena tantangan yang harus Anda hadapi. Tetapi, jangan membiarkan diri Anda terkalahkan olehnya. “If you are not committed to getting better at what you are doing, you are bound to get worse. – Jika Anda tidak berkomitmen untuk mengerjakan tanggung jawab Anda dengan lebih baik, maka Anda selamanya Anda akan terperangkap dan kian terpuruk,” kata Pat Riley dalam bukunya yang berjudul The Winner Within.
Petiklah manfaatnya dengan menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi untuk memperbaiki diri, meliputi memperbaiki pola pikir, sikap, meningkatkan kekuatan spiritual, etos kerja, kemampuan dan lain sebagainya. “Jangan berharap sesuatu yang lebih baik, berharaplah Anda yang lebih baik,” kata Jim Rohn. Bila hal itu Anda lakukan, maka dalam jangka waktu tertentu Anda akan mampu mengerjakan suatu pekerjaan atau peluang baru dengan lebih baik dan mental yang lebih kuat.Setelah itu, segera manfaatkan setiap kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu pengetahuan. Sebuah pepatah mengatakan, “The future belongs to the competent. – Masa depan adalah milik mereka yang mempunyai keahlian lebih baik.” Orang-orang yang berilmu dan mempunyai keahlian lebih mampu menjelang masa depan gemilang. Karena di tengah badai tantangan sekalipun mereka dapat bersikap optimis dan kreatif.
Adversity Quotient, merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana
respon seseorang dalam menghadapai masalah untuk dapat diberdayakan
menjadi peluang.Boleh saja Anda berduka karena tantangan yang harus Anda hadapi. Tetapi, jangan membiarkan diri Anda terkalahkan olehnya. “If you are not committed to getting better at what you are doing, you are bound to get worse. – Jika Anda tidak berkomitmen untuk mengerjakan tanggung jawab Anda dengan lebih baik, maka Anda selamanya Anda akan terperangkap dan kian terpuruk,” kata Pat Riley dalam bukunya yang berjudul The Winner Within.
Petiklah manfaatnya dengan menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi untuk memperbaiki diri, meliputi memperbaiki pola pikir, sikap, meningkatkan kekuatan spiritual, etos kerja, kemampuan dan lain sebagainya. “Jangan berharap sesuatu yang lebih baik, berharaplah Anda yang lebih baik,” kata Jim Rohn. Bila hal itu Anda lakukan, maka dalam jangka waktu tertentu Anda akan mampu mengerjakan suatu pekerjaan atau peluang baru dengan lebih baik dan mental yang lebih kuat.Setelah itu, segera manfaatkan setiap kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu pengetahuan. Sebuah pepatah mengatakan, “The future belongs to the competent. – Masa depan adalah milik mereka yang mempunyai keahlian lebih baik.” Orang-orang yang berilmu dan mempunyai keahlian lebih mampu menjelang masa depan gemilang. Karena di tengah badai tantangan sekalipun mereka dapat bersikap optimis dan kreatif.
Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun.
Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang.Menurut Stoltz dalam bukunya (Adversity Quotient), kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian respons menghadapi kesulitan hidup atau tantangan yakni quitter, camper, dan climber.
- Quitter
Merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima
tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup
segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena
peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah
dan tantangan. Tipe quiter cenderung untuk menolak adanya tantangan
serta masalah yang membungkus peluang tersebut.
- Camper
Merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha
menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini. Berbeda
dengan kelompok sebelumnya (quiter), kelompok ini sudah pernah menima,
berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu pergumulan /
bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus
menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah.
- Climber
Merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk
berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik
itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal – hal lain yang
terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang
tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki,
mereka terus mendaki dan mendaki.
Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing – masing merupakan
bagian dari sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi – dimensi
tersebut antara lain adalah:
1. C = Control
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memiliki kendali dalam suatu
masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa dirinya tak
berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memengang kendali
dari akibat masalah tersebut
2. Or = Origin
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah
yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber
dari dirinya seorang atau ada faktor – faktor lain diluar dirinya
3. Ow = Ownership
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah
yang timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab,
atau mau mengakui dan mencari solusi untuk masalah tersebut
3. R = Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat
mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia
cenderung memandang masalah tesebut meluas atau hanya terbatas pada
masalah tersebut saja.
4. E = Endurance
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu
berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk
memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan
atau hanya dalam waktu yang singkat saja
Listen : dengar tanggapan Anda berpikir (apakah mereka AQ tinggi atau rendah?)
Explore : jelajah asal usul kesulitan
- Apakah asal usul kesulitan ini?
- Bagian mana yang menjadi kesalahan saya?
- Apa yang dapat saya ubah menjadi lebih baik?
- Apakah buktinya bahwa saya tidak dapat mengendalikan kesulitan?
- Apakah buktinya bahwa kesulitan itu mempengaruhi area lain dari kehidupan saya?
- Apa yang bisa saya lakukan agar dapat mengendalikan kesulitan?
- Apa yang bisa saya lakukan untuk membatasi jangkauan kesulitan ini?
- Apa yang bisa saya lakukan untuk membatasi berapa lama kesulitan ini?
Bagaimana dengan kita? Seberapa tinggikah AQ kita? Tentu kita sendiri yang dapat menjawabnya, karena yang mengenal persis diri ini adalah kita sendiri. Ya….. hanya kita. Menjadi The Quitters, The Campers, atau The Climbers adalah pilihan. Versi pilihan tiap orang tentu berbeda-beda, tetapi panduan untuk menuju kesana, saya pikir yang terbaik itu adalah sama, yaitu menjadi The Climbers. AQ sendiri bukanlah suatu hal yang given, ia bisa berubah setiap saat. Setiap orang pasti bisa meningkatkan AQ-nya dengan terus menerus berlatih menguji tempaan hidup dan bagaimana cara pandang mereka ketika diberikan tantangan. Bukankah yang mulia Rasulullah SAW juga telah mencontohkannya kepada kita. Pada saat beliau ke Thaif, masyarakat disana melempari dengan batu. Apakah beliau mundur dari mendakwahi mereka. Tidak….. sekali kali tidak. Rasulullah tidak pernah mundur dari dakwah. Apakah kemudian ia mengiyakan permintaan malaikat penjaga Gunung Uhud untuk menimpakan gunung itu kepada mereka? Tidak…! Rasulullah tidak memintanya. Kenapa ini terjadi? Karena Rasulullah menyadari bahwa mereka berbuat demikian, karena mereka tidak tahu. Selain itu beliau juga memiliki daya tahan yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan tetap tangguh dengan apapun tantangan yang dihadapi. Itulah AQ yang sebenarnya.
REFERENSI
- http://id.shvoong.com/books/1855052-adversity-quotient-mengubah-hambatan-menjadi/
- http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1010919.pdf
- http://www.sman9tangsel.sch.id/site/artikel/128-ketahanmalangan.html
- http://indosdm.com/pengertian-%E2%80%9Cadversity-quotient%E2%80%9D-dan-manfaatnya-dalam-pemberdayaan-karyawan)
- file:///F:/AQ/kecerdasn-adversity-quotient-aq.html
- Wibowo, Hery. 2008. Tukang Kayu dan Pilar Kesuksesan. Bandung:Oase Publishing
- Soltz, Paul G.. 2000. Adversity Quotient. Jakarta: PT Grasindo
.