Minggu, 09 September 2012

KESIAPAN MENGHADAPI TANTANGAN (Adversity Quotient)


 Tantangan akan terus bermunculan di belahan dunia mana pun. Semakin hari tantangan tersebut akan meningkat seiring berjalannya waktu dan gejolak di dunia yang penuh ketidakpastian. Sehingga kita harus segera melakukan langkah-langkah konstruktif, sebab semakin lama, tantangan yang harus kita hadapi bukan semakin mudah. Segera lakukan sesuatu agar tidak menjadi korban dari tantangan kehidupan melainkan menjadi pemenang karena berhasil melampaui tantangan tersebut dengan baik.
Langkah penting pertama yang harus segera kita lakukan menghapuskan kata frustrasi dalam kamus kehidupan. Jika Anda harus berhadapan dengan kegagalan atau kepedihan yang secara positif disebut dengan tantangan, maka luangkan waktu sejenak untuk mengevaluasi kesalahan yang mungkin Anda lakukan. Kemudian segeralah bangkit.
Boleh saja Anda berduka karena tantangan yang harus Anda hadapi. Tetapi, jangan membiarkan diri Anda terkalahkan olehnya. “If you are not committed to getting better at what you are doing, you are bound to get worse. – Jika Anda tidak berkomitmen untuk mengerjakan tanggung jawab Anda dengan lebih baik, maka Anda selamanya Anda akan terperangkap dan kian terpuruk,” kata Pat Riley dalam bukunya yang berjudul The Winner Within. 
Petiklah manfaatnya dengan menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi untuk memperbaiki diri, meliputi memperbaiki pola pikir, sikap, meningkatkan kekuatan spiritual, etos kerja, kemampuan dan lain sebagainya. “Jangan berharap sesuatu yang lebih baik, berharaplah Anda yang lebih baik,” kata Jim Rohn. Bila hal itu Anda lakukan, maka dalam jangka waktu tertentu Anda akan mampu mengerjakan suatu pekerjaan atau peluang baru dengan lebih baik dan mental yang lebih kuat.Setelah itu, segera manfaatkan setiap kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu pengetahuan. Sebuah pepatah mengatakan, “The future belongs to the competent. – Masa depan adalah milik mereka yang mempunyai keahlian lebih baik.” Orang-orang yang berilmu dan mempunyai keahlian lebih mampu menjelang masa depan gemilang. Karena di tengah badai tantangan sekalipun mereka dapat bersikap optimis dan kreatif.
Adversity Quotient, merupakan suatu penilaian yang mengukur bagaimana respon seseorang dalam menghadapai masalah untuk dapat diberdayakan menjadi peluang.
Adversity quotient dapat menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun.
Adversity Quotient dapat juga melihat mental taftness yang dimiliki oleh seseorang.Menurut Stoltz dalam bukunya (Adversity Quotient), kelompok atau tipe orang/individu dapat dibagi menjadi tiga bagian respons menghadapi kesulitan hidup atau tantangan yakni quitter, camper, dan climber.
  • Quitter
 Merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Hal ini secara tidak langsung juga menutup segala peluang dan kesempatan yang datang menghampirinya, karena peluang dan kesempatan tersebut banyak yang dibungkus dengan masalah dan tantangan. Tipe quiter cenderung untuk menolak adanya tantangan serta masalah yang membungkus peluang tersebut.
  • Camper
Merupakan kelompok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapai masalah dan tantangan yang ada, namun mereka melihat bahwa perjalanannya sudah cukup sampai disini. Berbeda dengan kelompok sebelumnya (quiter), kelompok ini sudah pernah menima, berjuang menghadapi berbagai masalah yang ada dalam suatu pergumulan / bidang tertentu, namun karena adanya tantangan dan masalah yang terus menerjang, mereka memilih untuk berhenti di tengah jalan dan berkemah.
  • Climber
Merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal – hal lain yang terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki.

Adversity Quotient memiliki 4 dimensi yang masing – masing merupakan bagian dari sikap seseorang menghadapai masalah. Dimensi – dimensi tersebut antara lain adalah:
1. C = Control
 Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memiliki kendali dalam suatu masalah yang muncul. Apakah seseorang memandang bahwa dirinya tak berdaya dengan adanya masalah tersebut, atau ia dapat memengang kendali dari akibat masalah tersebut
2.  Or = Origin
Menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya seorang atau ada faktor – faktor lain diluar dirinya
3. Ow = Ownership
 Menjelaskan tentang bagaimana seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul. Apakah ia cenderung tak peduli dan lepas tanggung jawab, atau mau mengakui dan mencari solusi untuk masalah tersebut
3. R = Reach
Menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut. Apakah ia cenderung memandang masalah tesebut meluas atau hanya terbatas pada masalah tersebut saja.
4. E = Endurance
Menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja

Teknik Untuk Mengatasi AQ Rendah
Listen : dengar tanggapan Anda berpikir (apakah mereka AQ tinggi atau rendah?)
Explore : jelajah asal usul kesulitan
      • Apakah asal usul kesulitan ini?
      • Bagian mana yang menjadi kesalahan saya?
      • Apa yang dapat saya ubah menjadi lebih baik?
Analyse : menganalisis bukti
      • Apakah buktinya bahwa saya tidak dapat mengendalikan kesulitan?
      • Apakah buktinya bahwa kesulitan itu mempengaruhi area lain dari kehidupan saya?
Do : Lakukan sesuatu
      • Apa yang bisa saya lakukan agar dapat mengendalikan kesulitan?
      • Apa yang bisa saya lakukan untuk membatasi jangkauan kesulitan ini?
      • Apa yang bisa saya lakukan untuk membatasi berapa lama kesulitan ini?

Bagaimana dengan kita? Seberapa tinggikah AQ kita? Tentu kita sendiri yang dapat menjawabnya, karena yang mengenal persis diri ini adalah kita sendiri. Ya….. hanya kita. Menjadi The Quitters, The Campers, atau The Climbers adalah pilihan. Versi pilihan tiap orang tentu berbeda-beda, tetapi panduan untuk menuju kesana, saya pikir yang terbaik itu adalah sama, yaitu menjadi The Climbers. AQ sendiri bukanlah suatu hal yang given, ia bisa berubah setiap saat. Setiap orang pasti bisa meningkatkan AQ-nya dengan terus menerus berlatih menguji tempaan hidup dan bagaimana cara pandang mereka ketika diberikan tantangan. Bukankah yang mulia Rasulullah SAW juga telah mencontohkannya kepada kita. Pada saat beliau ke Thaif, masyarakat disana melempari dengan batu. Apakah beliau mundur dari mendakwahi mereka. Tidak….. sekali kali tidak. Rasulullah tidak pernah mundur dari dakwah. Apakah kemudian ia mengiyakan permintaan malaikat penjaga Gunung Uhud untuk menimpakan gunung itu kepada mereka? Tidak…! Rasulullah tidak memintanya. Kenapa ini terjadi? Karena Rasulullah menyadari bahwa mereka berbuat demikian, karena mereka tidak tahu. Selain itu beliau juga memiliki daya tahan yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan tetap tangguh dengan apapun tantangan yang dihadapi. Itulah AQ yang sebenarnya.




REFERENSI
.